SATYAGRAHA : SEBAGAI UPAYA PENCARIAN AKAN KEBENARAN DIPERHADAPANKAN DENGAN FENOMENA HOAX DI INDONESIA

 

Penulis: 

Yohanes Naifio

(Mahasiswa Fakultas Filsafat UNWIRA Kupang)

Sebuah Pengantar

Dalam setiap zaman, kebenaran akan selalu menjadi sesuatu yang dipermasalahkan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sikap dalam melihat dan menilai kebenaran tersebut. Ada orang yang kurang menghargai kebenaran sehingga kemudian menganggap sepele kebenaran. Orang-orang yang demikian tidak segan-segan untuk membelokkan kebenaran demi motif dan tujuan tertentu. Namun di sisi lain ada juga orang-orang yang sangat menjunjung tinggi nilai kebenaran dan bahkan menjadikan kebenaran sebagai patokan dan tujuan dari hidupnya.

Dalam alam pemikiran filsafat, kebenaran didefinisikan sebagai persesuaian antara apa yang ada dalam dunia ide dengan apa yang ada sebagai kenyataan. Dalam kehidupan sehari-hari, kebenaran menjadi sesuatu yang vital bagi kehidupan manusia. Kebenaran dapat membuat seseorang menjadi pribadi yang bermoral dan berjiwa sosial serta diterima oleh masyarakat. Selain itu dengan berpegang teguh pada kebenaran seseorang mampu untuk menganalisis serta memutuskan sesuatu hal dalam hidupnya demi mencapai suatu kehidupan yang lebih baik dan layak. Namun fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa penghargaan terhadap kebenaran secara signifikan telah mengalami kemunduran. Hal ini pada gilirannya akan berdampak pada menurunnya sikap kritis manusia terhadap segala macam berita dan informasi yang ia peroleh sehingga dengan demikian akan berpengaruh juga pada pola pikir dan pandangan hidupnya. Atas dasar inilah maka kebenaran dituntut untuk diperjuangkan agar kehidupan ini menjadi harmoni.

Konsep Satyagraha Mahatma Gandhi

Mohandas Karamchand Gandhi dilahirkan di Porbandar yang dikenal pula dengan nama Sudamapuri pada tanggal 2 Oktober 1869.[1] Gandhi adalah pemimpin terkemuka nasionalisme India. Dia adalah salah satu dari sedikit orang dalam sejarah yang berjuang secara bersamaan di bidang moral, agama, politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Filsafat dan pemikirannya sangat relevan dengan dunia yang terus berubah saat ini dan juga berperan penting untuk perdamaian global. Gandhi adalah seorang pencari kebenaran yang rendah hati. Dia adalah pria dengan ketulusan, kejujuran dan yang luar biasa. Kebenaran adalah satu-satunya bintang penuntunnya. Dia mengorbankan segalanya dan mengidentifikasi dirinya dengan yang termiskin dari yang miskin.[2]

Satyagraha berasal dari kata bahasa sansekerta; satya yang berarti kebenaran dan agraha yang berarti ketegasan. Secara harafiah satyagraha berarti suatu pencarian kebenaran dengan tidak kenal lelah dan suatu ketetapan hati untuk mencapai kebenaran. Disini yang menjadi acuan dan prinsip utama adalah kesesuaian antara pikiran, perkataan dan perbuatan. Kehidupan yang terintegrasi seperti itu tidak hanya menuntut seseorang untuk menghilangkan semua kemunafikan dan inkoherensi dari dalam hidupnya tetapi ia juga harus berjuang melawan ketidakbenaran. Gandhi menjadikan kebenaran sebagai pedoman hidupnya. Baginya kebenaran berakar kuat pada Tuhan dan agama.

Untuk memahami semangat kebenaran, seseorang harus mampu menyayangi segala ciptaan Tuhan sebagaimana dirinya sendiri, termasuk yang paling buruk sekalipun. Karena kecintaan Gandhi terhadap kebenaran inilah, ia kemudian terjun ke dunia politik untuk mengangkat harkat dan martabat hidup orang banyak. Baginya, semua manusia bersaudara. Agama bagi Gandhi adalah nilai-nilai moralitas universal yang terbuka dan berlaku bagi semua orang dan tidak hanya ekslusif bagi pemeluknya. Agama baginya ibarat jalan yang berbeda tetapi memiliki tujuan mulia yang sama.

Gandhi menganggap perjuangannnya menuju kemerdekaan dan memberikan pengabdian pada rakyat kecil merupakan usahanya untuk mendekat ke Tuhan. Tuhan tidak berada di surga, juga tidak ada di sawah, melainkan ada pada diri setiap orang. Pengetahuan yang bersifat ilahi tidak didapatkan dari buku-buku, tetapi melalui realisasi diri dengan mencerminkan sifat-sifat ketuhanan dan kebenaran dalam diri setiap insan manusia. Menurut Gandhi, tujuan akhir umat manusia adalah mencapai Tuhan. Gandhi mengatakan pelayanan langsung terhadap semua umat manusia menjadi bagian penting dari upaya ini, hanya karena satu-satunya jalan untuk menemukan Tuhan adalah melihatNya melalui ciptaanNya dan menjadi satu dengannya.[3] Dalam perjuangannya mencapai Tuhan inilah, Gandhi kemudian membuat suatu Gerakan yang disebut Satyagraha, sebuah konsep pemikiran yang kemudian berkembang menjadi gerakan yang tidak hanya menuntut kemerdekaan tetapi juga merupakan sebuah gerakan spiritual dan filosofis.

Fenomena Hoax Dan Upaya Pencarian Kebenaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah hoax diartikan sebagai informasi bohong. Hoax bisa juga diartikan sebagai berita palsu yang sengaja dibuat atau fakta yang sengaja direkayasa oleh seseorang maupun sekelompok orang dengan motif dan tujuan tertentu, bisa politik, ekonomi dan juga yang lainnya. Jelasnya bahwa hoax itu merupakan sesuatu yang sengaja di buat. Menurut Dewan Pers ciri-ciri yang paling umum dari berita bohong atau hoax adalah mengakibatkan kecemasan, kebencian dan permusuhan. Selain itu, sumber berita yang tidak jelas asal usulnya, isi berita yang selalu provokatif, tidak berimbang dan cenderung menyudutkan salah satu pihak tertentu menjadi sesuatu yang sangat khas dari hoax.

Di Indonesia sendiri, hoax atau berita bohong telah menjadi sebuah fenomena yang marak terjadi dan sulit untuk di bendung. Fenomena ini akan menjadi semakin intens ketika rakyat Indonesia akan memasuki masa-masa pilkada maupun pemilu. Disaat-saat seperti itu, akan ada begitu banyak berita hoax yang berseliweran dengan maksud untuk menjatuhkan salah satu pasangan calon atau hanya sekedar untuk memanas-manasi situasi. Mirisnya bahwa hoax yang terjadi di Indonesia ini tidak hanya disebarkan dari mulut ke mulut tetapi juga telah merambah ke media-media cetak online maupun offline dan media elektronik. Tentu masih segar di pikiran kita berita hoax yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Media-media, baik cetak maupun elektronik, tanpa terlebih dahulu melakukan verifikasi untuk memastikan kebenarannya malah ikut-ikutan menyebarkan berita tersebut ke seluruh Indonesia. Banyak reaksi yang kemudian muncul akibat berita tersebut, ada yang tidak percaya namun banyak yang mempercayainya juga, bahkan ada beberapa tokoh politik juga turut mempercayainya. Memang pada akhirnya kebenaran dari berita tersebut bisa diungkap dan yang bersangkutan mendapatkan hukuman penjara, namun dari kasus ini kita bisa melihat bahwa hoax telah menjadi sesuatu yang sangat berbahaya dan mengancam kehidupan bersama.

Menurut pandangan psikologis, kecenderungan seseorang untuk percaya pada berita-berita hoax adalah karena informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Jika demikian maka secara alami perasaan positif akan timbul dalam diri orang tersebut sehingga ia cenderung tidak akan mempedulikan lagi apakah informasi yang diterimanya itu benar atau tidak dan bahkan kemudian ia turut menyebarkan berita hoax tersebut. Berhadapan dengan kenyataan yang seperti ini maka konsep satyagraha Mahatma Gandhi memainkan peran penting. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa satyagraha merupakan sebuah sikap memegang teguh pada kebenaran.

Ketika seseorang mempunyai sikap hidup yang selalu berpegang teguh pada kebenaran maka ia akan menjadi lebih berhati-hati terhadap semua inormasi yang ia dapat sehingga dengan demikian ia tidak akan mudah percaya begitu saja terhadap semua informasi itu. Orang yang berpegang teguh pada kebenaran akan selalu melakukan verifikasi guna mencari keaslian dan kebenaran dari setiap informasi yang ia dapat. Hasil dari upaya verifikasi itulah yang kemudin akan menentukan sikapnya terhadap informasi tersebut, percaya jika terbukti benar dan berasal dari sumber terpercaya dan tidak percaya jika berita tersebut tidak jelas asal usulnya.

 


 

Masalah tentang kebenaran selalu menjadi masalah yang aktual di zaman ini. Hal ini disebabkan karena manusia kurang menghargai kebenaran. Kebenaran dilihat hanya sebagi hal yang biasa atau hal yang sangat membebankan. Hasilnya kebenaran selalu diabaikan dan selalu disepelekan. Bahkan ada orang-orang tertentu yang di dalam hidupnya tidak pernah ada kebenaran atau dalam arti tidak kenal dengan baik apa itu kebenaran. Ada juga pihak-pihak tertentu yang selalu mencari cara untuk membelokkan kebenaran demi tujuan tertentu. Segala cara ditempuh untuk membelokkan kebenaran.

 

Dalam setiap zaman, kebenaran akan selalu menjadi sesuatu yang dipermasalahkan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sikap dalam melihat dan menilai kebenarn tersebut. Ada orang yang kurang menghargai kebenaran sehingga kemudian menganggap sepele kebenaran. orang-orang yang demikian tidak segan-segan untuk membelokkan kebenaran demi motif dan tujuan tertentu. Namun di sisi lain ada juga orang-orang yang sangat menjunjung tinggi kebenaran dan bahkan menjadikan kebenaran sebagai patokan dan tujuan dari hidupnya.



[1] M. K. Gandhi, Mahatma Gandhi, Sebuah Autobigrafi (Jakarta: PT. Buku Kita, 2009), hal. 6.

[2] K. Jayasree & Dr. V. Prabhakaran, Contemporarry Indian Philosophy, (India: University Of Calicut, 2011), hal. 63-64.

[3] Mahatma Gandhi, Semua Manusia Bersaudara, (Jakarta: Yayasan Obor, 2009), hal. 77.

Komentar